Sabtu, 08 Agustus 2009

Short History of a Beautiful Mess


Back in the day, April's Fools Day 1st of April 1997. Di siang yang tidak sepanas sekarang-sekarang ini, saya dan beberapa penjahat menyebarkan fake info to our friends kalau band punkrock legendaris dari Amerika, NOFX akan konser di Twice Bar -dulu masih di berlokasi di depan Monumen Bom Bali- dan akan jammin' dengan Superman Is Dead. Free tanpa tiket. Bam! Tak memakan waktu lama, ternyata our brainless tricks worked! Malamnya Twice Bar langsung rame kedatangan teman-teman yang percaya akan berita tersebut. Malah ada teman yang dengan bangga datang mengajak beberapa temannya yang lagi liburan di Bali. Haha. And we just couldn't stop laughing ketika satu persatu mereka datang dengan wajah excited-nya. Setelah kita bilang kalau it's just an April's Fools joke, semua cuma bisa ketawa maksa sambil sedikit menggerutu. Sorry guys but it was all your fault to believe in our unbelievably stupid joke -untuk standar 10 tahun yang lalu- Dan karena banyak yang datang, akhirnya we were end up drinking together, talking about NOFX and honestly, we've never thought of NOFX akan konser di Bali, apalagi sampai Superman Is Dead yang menjadi pembuka mereka. It was all just our wish, and dreams….as punkrock kids.



Dream came true, 23rd of April 2007, NOFX actually beneran konser di Bali dan berbagi panggung dengan Superman Is Dead! Malam yang mungkin menjadi momen paling dikenang oleh sebagian generasi punkrock di Bali. Venue malam itu benar-benar terasa runtuh, mosh pit dan pogo yang masif, sing along yang tak berkesudahan dan semuanya pulang dengan senyum puas layaknya seorang perampok amatir yang baru saja berhasil merampok toko mainan kesukaan anaknya.



A few days after the show, saat badan saya masih pegal from the mosh pit, Acid from Surftime called me coz I owe them an article for this month's edition. So ya, sekalian aja saya ingin menulis tentang seberapa besar pengaruh band-band punkrock luar negeri terhadap standar musik dan lifestyle remaja Bali hingga saat ini.



Punkrock sudah masuk Bali sejak akhir tahun 70-an sampai awal 80-an, jamannya band anarcho-punk Inggris The Sex Pistols. Hampir berbarengan dengan masuknya rockabilly ke Bali melalui band The Stray Cats. Walau tidak ada data yang valid dan akurat, tanda-tanda masuknya punkrock dan rockabilly di Bali bisa diketahui –seingat saya yang waktu itu masih SD- dari banyaknya graffiti Sex Pistols diseputaran tembok-tembok kota Denpasar dan ada geng sepeda BMX bernama Stray Cats. Tanda lainnya yang saya temui baru-baru ini, beberapa thugs/berandalan top jaman dulu di Denpasar mempunyai tato logo kepala kucing milik The Stray Cats. Cuma lucunya orang Bali waktu itu belum tahu istilah 'rockabilly'. Hehe. Namun punkrock/rockabilly tidak bertahan lama. Selain penikmatnya yang cenderung terbatas dan dianggap outcasts oleh masyarakat tradisional [dianggap jeleme buduh/orang gila], minimnya informasi tentang punkrock/rockabilly juga membuatnya begitu gampang dilibas oleh trend new wave yang yang lebih manstream dan market-friendly, dimotori oleh band semacam Duran-Duran dan Spandau Ballet. Dan dari awal sampai akhir tahun 80-an, remaja Bali pekat dipengaruhi oleh genre new wave, pop [New Kids on The Block] hingga Euro-pop

[Roxette]. Kemudian awal tahun 90-an genre rock/metal [Guns n Roses, Bon Jovi, Sepultura, Metallica, Helloween, Morbid Angel dll] sempat populer dan mempunyai komunitas yang cukup solid. Naiknya rock/metal berbarengan dengan naiknya genre reggae [Bob Marley, Peter Tosh, Alpha Blondie] yang berawal dari pesisir pantai Sanur, sebelum akhirnya keduanya meredup karena munculnya era grunge dan punkrock revival di pertengahan tahun 90-an. Nirvana, Pearl Jam dan Soundgarden mewakili grunge heroes. Green Day, Rancid, Bad Religion dan NOFX mewakili second wave punkrock revivalists. Naiknya kedua genre ini juga diikuti oleh naiknya genre lain seperti street-punk [The Exploited, Total Chaos], hardcore [Biohazard, Rykers, Sick Of It All], rock n roll punk [The Ramones, Social Distortion] dan rockabilly [The Living End, The Stray Cats]

Dan mulailah sejarah punkrock Bali dari sini…



Sejak saat itu genre punkrock dan teman-teman jahat-nya seperti enggan menjauh dari keindahan pulau Bali. Jumlah band-nya kian hari kian bertambah, distro-distro yang menjual pernik punkrock bertebaran dimana-mana dan kuantitas konser-konser underground yang makin meningkat. Observasi jalanan yang kerap tanpa sengaja saya lakukan, menunjukkan kalau hingga saat ini jumlah anak muda di Bali yang mendengarkan punkrock justru kian hari kian bertambah. Bukti kongkret, kalau tahun 90-an hanya anak golongan SMA keatas yang mengkonsumsi punkrock, awal tahun 2000-an meningkat menjadi golongan SMP keatas, dan hingga sekarang ini saya lihat anak-anak SD-pun sudah mengidolakan punkrock dan datang ke konser-konser underground. Jumlah anak-anak SD ini tidak sedikit dan hebatnya lagi, mereka sudah tahu cara berdandan ala punkrocker –bahkan mungkin mereka terlihat lebih punkrock daripada punkrocker dewasa, haha-

Seiring waktu, punkrock pun melahirkan sub-genre yang kian meluas, tapi masih memiliki benang merah yang jelas. Genre kekinian seperti emo, goth-punk, metal-punk, disco-punk, screamo, punk-core dll tetap tidak jauh dari etos musik dan gaya hidup punkrock. Remaja Bali-pun seperti untouchable, tidak tersentuh oleh trend lain yang melanda kota-kota besar di Indonesia. Genre mainstream yang dipuja di kota-kota besar di Indonesia [pop-rock, brit-pop dan sebangsanya] justru menjadi genre yang kurang populer di Bali. Entah apa alasannya, saya juga kurang begitu paham. Mungkin karena kultur di Bali yang cenderung permisif? Atau karena remaja di Bali memiliki kesetiaan luar biasa terhadap pattern musik yang diciptakan oleh generasi sebelumnya?

Jika kota-kota besar di Indonesia bertanggung jawab atas lahirnya band-band nasional bergenre pop, rock, pop-rock, brit-pop dan new wave, maka Bali bertanggung jawab akan eksistensi band-band nasional yang meneriakkan punkrock, grunge dan rockabilly. Sebuah fenomena yang cukup menarik, dimana sebuah province kecil dengan intens melahirkan band-band beraliran non-mainstream, hingga diakui ditingkat nasional.



Satu hal yang pasti, tiap daerah mempunyai karakter tersendiri. Mempunyai tekstur budaya dan cara komunikasi yang berbeda. Dari sudut pandang Bali adalah pulau yang kecil, bisa jadi kenapa secara musikal Bali bisa berbeda dengan daerah-daerah lain adalah karena jumlah komunitasnya kecil juga. Tidak sebanyak komunitas di daerah lain. Analisis kasarnya, dengan komunitas yang jumlahnya tidak terlalu banyak, otomatis proses saling mempengaruhi satu sama lain menjadi lebih cepat karena semuanya cenderung saling mengenal dan saling mendukung. Persaingan-nya pun tidak sekeras dan sekotor daerah lain. Dan jadilah komunitas kecil ini seperti sulit ditembus trend dari luar. Mereka seolah sepakat akan peraturan tidak tertulis yang mereka buat, kalau tidak semua trend musik dari kota besar adalah pilihan musik terbaik. Yup, it's simple like that.



Well kings and kittens, mudah-mudahan resistensi Bali terhadap gempuran musik-musik mainstream kota besar bisa tetap ada selamanya. Hal-hal seperti ini adalah salah satu dari beberapa faktor yang menjadikan pulau Bali selalu berbeda, unique and beautiful.

Selalu dukung band teman anda dan jangan lupa menghargai perbedaan.





Forever,





jrx

Tidak ada komentar:

Posting Komentar